Damanik adalah marga atau morga dari suku Simalungun yang aslinya berasal dari daerah yang bernama Simalungun di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), yang mana dalam bahasa Simalungun Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan
(bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas). M. Muhar
Omtatok menguraikan bahwa Damanik merupakan marga tertua dari suku Simalungun dan Batak. M Muhar Omtatok juga mengungkapkan bahwa Damanik telah ada sejak kepercayaan lokal ada di Sumatera.
LEGENDA MARGA DAMANIK
Berikut ini adalah LEGENDA DAMANIK menurut Jahutar Damanik, dalam bukunya: Jalannya Hukum Adat Simalungun, 1974.
Damanik adalah satu marga di antara Marga Nan Empat pada suku
Simalungun. Sebutan Damanik muncul dari suatu perkembangan bahasa antara
golongan masyarakat pada zaman permulaan. Dimaksudkan sebagai nama
pengenal dari salah satu seorang anggota rombongan (mission) yang tiba
berlabuh dan berkemah di Batubara di daerah Kabupaten Asahan sekarang.
Yang digelari Damanik dalam legenda adalah seorang Parbapaan artinya
seorang yang dituakan, tempat bertanya hal-hal yang diperlukan tentang
sesuatu dalam ilmu yang terkandung pada alam semesta, dilihat dari
Parhalaan, mempunyai ilmu pengobatan dan sebagainya, pada zaman itu
disebut: Datu (dukun). Karenanya oknumya dianggap manusia yang
mengetahui rahasia-rahasia alam semesta.
Sebagai Datu sering terlihat dalam pakaian jubah yang ditaburi
manik-manik (permata) pada waktu memanjatkan mantera dalam upacara
kepercayaan yang dianut pada masa itu. Bila dipertautkan dengan zaman
kejadiaannya, dengan suatu masa manurut pra-sejarah kira-kira 800-600 sM
(baca pra-sejarah). Pada zamannya Kerajaan Sulaiman di Asia Muka,
pakaian jubah para Imam, sama bentuk dan perlengkapannya sebagai yang
dipakai Datu dimaksud. Bila demikian halnya tentu sang Datu menganut
suatu keyakinan di samping ilmu-ilmu yang lain yang telah diuraikan di
atas. Keyakinan mana jelas dalam masa pra-sejarah (1000 sM) berupa suatu
ajaran yang berasal dari Nabi Musa terkenal dengan ajaran Dasa Sila
(sepuluh perintah Allah) yang menganggap bahwa manusia sama adanya di
hadapan Allah.
Dari ilmu yang dimiliki serta ajaran yang dibawa oknum tersebut
disebut Datu dan dalam istilah ajaran Agama sekarang disamakan dengan
Imam atau dalam satu operasi (mission) dianggap sebagai Suhu.
Demikianlah kemungkinan-kemungkinan sehingga Datu tersebut akhirnya
disebut dalam cerita Damanik singkatan dari Datupar Manik-manik menjadi
Damanik (Datu = Da; Manik-bergabung dalam istilah nama pengenal=
Damanik). Dalam karirnya diakui menjadi Parbapaan Damanik digunakan para
keturunannya menjadi Marga. Konon dari antara generasi penerus,
terbitlah berita; seorang Raja dan Puangbolon (permaisuri) melahirkan
seorang anak dengan anugerah Tuhan, memiliki satu-satunya mata, terletak
di kening di antara dua bayangan mata pada tempat biasa, sedangkan yang
dapat melihat terang menyala (bening bercahaya) hanya satu-satunya
mata, disebut “Parmata manunggal”.
Aneh dan ajaib menurut selera, apa yang tak akan terjadi Tuhanlah
yang punya kuasa, tidak usah dibawa malu oleh keluarga. Pemberian Tuhan
harus diterima dengan lapang dada, inilah namanya Hikayat Legenda
Damanik marganya. Legenda serupa juga dimiliki marga Daulay di Tapanuli
Selatan. Mulanya tersebar berita aneh dan ajaib menusia terlahir di
dunia orang tua bingung. Datu-datu memanjatkan mantera, timbul duga
menurut selera ;ihat tanda (Parhalaan) dapat petunjuk jangan sampai
salah menduga.
Menurut cerita anjuran Datu Ulpukan (ramalan) si anak akan membawa
bencana atas Kerajaan Ayahandanya karena itu sebaiknya si anak dibuang
untuk mencegah timbulnya bencana kemudian. Tetapi sang Ayah dan Ibunda
bertekad memelihara sampai remaja. Pada masa remajanya banyak peristiwa
aneh terjadi atas dirinya. Bila ayam atau binatang peliharaan lainnya
terkena pukulan si anak, pada ketika itu ayam pun mati, dan bila dia
menjaga padi maka tidak ada burung yang berani mendekat. Dan banyak lagi
peristiwa lain yang mengganggu perasaan masyarakat, akhirnya Sang Raja
dan Ibunda mengizinkn si anak pergi mengembara untuk menuntut ilmu.
Bekal untuk perjalanan dikasih seekor kerbau dan bahan lainnya. Menurut
cerita selama pengembaraan kerbau bawaannya diganti dengan lembu,
diganti dengan kuda dan seterusnya diganti dengan kambing-kambing
diganti dengan ayam namanya Manuk jagur warna kelabu berbulu ikal
(jagur). Ayam Jagur inilah dalam legenda selanjutnya ayam ini saktitetap
menang di medan laga. Merantau dan mengembara itulah kerjanya dari Huta
ke Huta, menerobos hutan menyeberangi sungai (bah) berbuat baik menolak
bala, lama kelamaan dikenalseorang yang arief dan bijaksana. Datu Bolon
Mandraguna disebut dalam cerita, keadaan mata jadi bahan bicara,
disebut ia dalam kata Datu Parmata Manunggal. Masyarakat mengenalnya
dalam cerita, sesuai dengan pandangan orang yang pernah melihatnya. Di
tiap tempat yang dikunjunginya, masing-masing menyebut gelaran sebagai
nama pengenalnya.
Di satu tempat disebut Datu Parmata Manunggal, di lain kampong
menyebut Raja Manualang, di egeri sana mengatakan Datu Parmata Tunggal
dan dikampung anu menggelari Datu Partiga-tiga Sihapunjung.. Namun
demikian banyaknya gelaran terdapat unsur Tunggal atau satu dalam makna
sebagai penunjuk orangnya hanya satu.
Di satu pihak ada cerita Datu Parmata Manunggal diangkat menjadi
panglima kerajaan Nagur oleh Ayahandanya dengan jabatan panglima perang
yang bermarkas di Bandar Meriah dengan wilayah pantai Timur Selat Malaka
bagian Asahan dan Batubara sekitarnya. Armada pasukannya digempur
kerajaan Singosari oleh kuasanya Panglima Indrawarman dari kerajaan
Jambi. Pasukan panglima Nagur digempur habis-habisan di benteng
pertahanan Bukit Kuba dekat kota perdagangan Simalungun, lokasi itu
terkenal sekarang dengan Kramat – Kubah perdagangan tem[at dimana Beruk
dan Monyet hidup berkeliaran berdampingan dengan manusia pengunjung
sambil bersenda gurau; Sang Panglima hilang raib di benteng pertahanan
di Bukit kubah dan pasukannya menjelma menjadi Beruk dan Monyet penghuni
Bukit Kubah yang dikenal keramat itu.
Berkaitan dengan raibnya Sang Panglima munculnya keyakinan yang
menimbukan kepercayaan masyarakat bahwa Sang Panglima dianggap menjelma
menjadi keramat (=Sinumbah), tetapi cerita lain mengungkapkan bahwa Sang
Panglima muncul di Negeri Uluan dengan nama samaran Raja Manualang,
bersama tinggal dengan kenalannya Raja Mangatur Manurung dari Sionggang
Negeri Uluan, akhirnya mengembala hingga Datu Bolon Parmata Manunggal
tiadak pernah berdiam di suatu tempat, melanglang buana, memberikan
pertolongan kepada yang susah, turun tangan menjauhkan bala.
Mengembara sambil kerja sebagai Pandai Besi itulah bakatnya, hasil kerja ditukarkan untuk belanja.
Punya kegemaran sebagai rekreasi hidupnya, melagakan ayam sakti
miliknya, warna kelabu berbulu ikal, asal dilepas tetap menang di Medan
laga.
Lawan menduga ayam Laga (Manuk Jagur) sakti mandra gun a sukar dicari
jadi tandingannya. Waqnti-wanti bagi keluarga, pantang dibunuh warna
serupa harus dipelihara pembawa Tuah.
Terbetik berita Datu Parmata Manunggal terlihat di lereng sampai ke
puncak gunung. Oleh pengambil kayu dan rotan di hutan pegunungan
sewaktu-waktu terlintas dalam pandangan, seseorang muncul mengepit
seekor Ayam disebut Manuk-manuk (dua kepala) di hutan pegunungan. Berita
segera tersiar banyak sudah yang mempersaksikan, sebagai petunjuk
lokasi apa yang diceritakan, pegunungan tersebut dinamai Gunung
Simanuk-manuk (terletak sisebelah Timur dari gunung Bukit Barisan)
berpinggiran pantai pada Laut Tawar (sekaran dinamai Danau Toba).
Bahasa Belanda “Tobameer” (1860) yang dimaksudkan Tao Toba sebelum tahun 1860 ialah Danau sekitar Balige.
Datu Parmata Manunggal tiba di puncak gunung Dolog Sijambak Bahir (Gunung merangkul langit) 2245 m dari permukaan laut.
Lepas pandang arah pantai, terbentang suatu Lautan pantai dalam wilayah negeri Sipolha.
Dari puncak menyusuri lereng gunung tiba di suatu kampung Lumban
Tidang, orang bersujud sembah, aneh manusia ajaib muncul di depan mata,
rasa takjub mempengaruhi jiwa, Raja Huta turut menghadap tunduk pada
junjungan manusia sakti.
Pendek cerita Tuhan junjungan jangan sampai berlalu,dicarikan jodoh
Putri Raja cantik dan ayu Bou Napuan (si dara manja) putri tunggal Raja
Mangatur Manurung dari negeri Uluan di Sionggang/ Sijambur, diambil
ibu-suri (Puang Bolon) Kerajaan Sipolha.
Jiwa pengembara kambuh lagi, sedang Permaisuri (puang Bolon) boratan
rumah (berbadan dua), untuk kedua kali, ditinggal pergi mendaki gunung
Dolog Sijambak Bahir.
Dari puncak gunung lepas pandang ke ufuk Timur terhampar Hutan padang
belantara nun jauh suntuk pandangan mata, kaki dilangkahkan menyerobos
hutan belantara sangat angker (Harangan Simalingga), tiba di suatu delta
(pulo Holang), membuat perkemahan sambil bekerja sebagai pandai besi
(sekarang disebut Pamatang Siattar).
Tumbak, parang hasil karya, dipertukarkan untuk belanja, alat-alat
besi beredar sudah, Raja Huta merasa curiga, harus diusir jangan sampai
berkuasa.
Raja Jumorlang sebagai penguasa harus bertindak dengan segera.
Perintah pada Jagoroha (Panglima) orang asing tangkap bawak segera.
Parangan Panglima bergegas dengan pasukan berkuda, gendrang perang
berbunyi, pasukan bergerak menuju tempat sembunyi orang Sakti. Panglima
(Jagoroha) melirik kekanan dan kekiri, kumis dilintangkan memperhatikan
situasi.
Orang Sakti tegak di depan diluar dugaan, tanpa sadar Jagoroha
bersujud mohon Paduka sudi berkunjung kerumah Bolon (Istana Raja). Sang
Datu menyuruh pergi, Panglima kembali sembari ngeri manusia sakti tidak
peduli.
Raja marah, ayo…. segera pergi harus dibunuh pengganggu negeri, demikianlah hikayat terjadi perang tanding antara Raja vs Manusia sakti, sanggur dibuka, pedang berbunyi, jumpa imbang Raja ingin segera mengakhiri, pasang ilmu jogi, kebatinan mengimbangi Raja nekad melagakan diri akhirnya mangkat di ujung tumbaknya sendiri. Perajurit melarikan diri. Jagorohan memberanikan diri mohon mayat Raja dibawak pergi ibu suri berkabung tujuh hari berkurungdiri duka cita melanda Negeri.
Janda muda (ibu suri) pasrah demi keselamatan negeri, sesal dihati melawan manusia sakti.
Panglima siutus menjemput Pandai Basi beliau menyatakan turut berduka
cita atas apa yang terjadi, sangat menyesal tidak dapat turut pergi,
perkenankanlah hamba sebagai Pandai Besi.
Utusan kembali sambil menyesali diri, apa akal bahaya akan melanda negeri, tekad dibulatkan kiranya Ibunda janda turut menjemput manusia sakti.
Datu Parmata Manunggal dengan rasa pedih bersedia berbakti demi rakyat negeri. Hati terpikat Ibunda Raja juita dikawinkan resmi. Manusia sakti membentuk kerajaan yang dinamai sasuai dengan keadaan tempat ia berkemah di daratan Pulo Holang sebagai pertanda sejarah kemenangan di arena pertarungan dinamai Siattar, lalu dinobatkan sebagai Ra-ja Siattar atas mupakat Harajan ex Kerajaan Jumorlang.
Rja Siattar pada Kerajaan Siattar kemudian diketahui namanya Raja Namartuah marga Damanik.
Dalam paduan Legenda ternyata Raja Jumorlang adalah keturunan dari nenek yang bermargakan Damanik yang serupa marga keturunan dari Raja Namartuah dari marga Damanik.
Sebelum kejadian pertarungan antara dua yang bersaudara ini diketahiu oleh masyarakat bahwa penguasa daerah seanteronya adalah wilayah Kerajaan Jumorlang kemudian berganti menjadi Kerajaan Siattar. Menurut Legenda dan fakta hidup dari peradapan kedua-duanya juga adalah keturunan dari raja Nagur nenek yang bermarga Damanik.
Lintasan Legenda
Dari fakta sejarah menurut peradapan Simalungun dapat disimpulkan
bahwa orang yang berketepatan sebagai Raja di wilayah masing-masing
ternyata berasal dari satu keturunan Nenek moyang yang tiba di Batubara.
Namun julukan Damanik (kependekan dari Datu parmanik-manik = Damanik)
nama julukan tersebut menjadi marga bagi generasi. Pada satu generasi
yang sama muncul 3 (tiga) orang bersaudara berketepatan sama-sama Raja
di wilayah masing-masing, terdiri dari :
1. Raja Namartuah (Raja Siattar) dari jenis Marga Damanik Bariba anak keturunan Marahsilu (Raja Nagur yang terakhir).
2. Raja Jumorlang (Kerajaan Jumorlang) dari jenis Marga Damanik (Bah Bolag) anak dari sorotilu (Kerajaan Manakasian).
3. Timoraja Damanik Nagur, sanak keluarga dari Raja-raja Nagur terdahulu.
Dari 3 (tiga) jenis anak keturunan marga Damanik dalam peradaban untuk mengetahui dari antaranya siapa yang tertua, yang tengah dan yang bungsu, tidak terlihat lagi sebagai tanda-tanda pertalian dalam kekeluargaan tarombou. Tetapi dari sudut hubungan persaudaraan satu sama lain masih terdapat satu ketentuan dalam sebutan sebagai berikut : Damanik Bariba terhadap Damanik Bah Bolag, sering disebut Ompung (pengertian opung dalam istilah ini bukan seperti cucu terhadap nenek tetapi satu istilah menghormati kedudukan (=pasangapkon bahasa Simalungun). Terhadap Damanik Nagur disebut abang kepada yang tertua atau Bapak, timbal-balik artinya Damanik Nagur juga demikian halnya terhadap Damanik Bariba. Damanik Bah Bolag dan Damanik Nagur terhadap Damanik Bariba dipanggil Tuan tatapi Damanik Nagur juga dapat menyebut Abang kepada yang sebaya atau Bapak kepada yang tertua, umumnya dipanggilkan Tuan.
Jenis marga Damanik Bariba terdiri dari kelahiran 2(dua) orang Ibu dengan satu Bapak bernama Raja na – Martuah isteri pertama Puang Bolon si Bou Napuan di pematang Sipolha memperanakkan Raja Uluan Damanik dalam tingkatan kelahiran yang tertua (Tuan Kaha). Isteri kedua ialah janda almarhum Raja Jumorlang, Bou Saragih Silappuyang Puang Bolon di Pematang Siattar memperanakkan Raja Namarangis Damanik dalam tingkatan kelahiran anggini par tubuh (adik dalam tingkat kelahiran).
Dalam tarombo sering disebut Damanik Bariba yang berkediaman di Pamatang Sipolha Kaha ni partubuh, anggini harajaan. “Damanik Bariba” yang berkediaman di Pamatang Siantar menjadi pewaris mahkota kerajaan siattar. Dari perkawinan Puang Bolon Bou Saragih dari Raja Jumorlang memperanakkan seorang laki-laki, dibawak serta dalam perkawinan kedua kepada Raja Namartuah (Raja Siattar) dikenal, sesuai dengan jabatannya disebut Bah Bolag, nama Ariurung gelar Oppu Barita.
Hubungan pertalian antara Damanik di Pamatang Sipolha kepada Bah bolag, panggilan Ompung sebagai penghormatan, sebaliknya Damanik Bah Bolak kepada Damanik Bariba dari pamatang Sipolha panggilannya abang atau Ompung (dipanggil abang karena satu Ibu lain Bapak dan Ompung adalah panggilan penghormatan = pasangaphon).
Damanik Bariba dan Damanik Bah Bolag terhadap Damanik Nagur, kalau sebaya dipanggil Abang, yang tertua dipanggil Bapak (Apa), sebaliknya Damanik Nagur kepada Damanik Bariba dipanggilkan Tuan dan Damanik Bah Bolag dipanggil Abang kalau sebaya, yang lebih tua dipanggil Bapak.
Menurut Legenda keturunan damanik Nenek moyang yang pertama disebut Bariba suatu pertanda dating dari seberang lautan (=bariba). Dari antara ketiga anak keturunan generasi penerus, salah seorang tetap memakai marga yang pertama, sedangkan dua orang anak lainnya yang sama-sama munculpada masa yang bersmaan (sama derajat kelahirannya) memakai marga Damanik Bah Bolag sesuai dari jabatan yang dipangkunya yaitu anak keturunan dari Raja Jumorlang Damanik, sedangkan Damanik Nagur menyatakan dirinya anak keturunan generasi penerus dari keluarga Raja-raja Nagur yang pernah berkuasa ebagai Raja Nagur abtara tahun 500 – 1290 M.
Generasi penerus dari marga Damanik dalam tarombo diketahui menurut panggilan masing-masing menurut tempat, nama julukan dalam kemargaan diuraikan sebagai berikut :
DAMANIK :
1. Damanik Bariba anak keturunan Raja Namartuah Raja Siattar Pertama
2. Damanik Nagur (Bah Bolag) anak keturunan Raja Jumorlang yang menjadi anak tiri dari Raja Namartuah Damanik Bariba.
3. Damanik Nagur anak keturunan dari rangka keluarga Raja-raja Nagur terdahulu.
Damanik Bariba :
1. 1. Anak keturunan Raja Uluan, Pamatang Sipolha di negeri Sijambur – Ajibata dan sebagainya.
1. 2. Anak keturunan Raja Namaringis Raja Siattar di Pematang Siantar, Marihat,
2. Anak keturunan Partuanon Pamatang Bandar
3. Anak keturunan Partuanon Pamatang Sidamanik
4. Anak keturunan Parbapaan di Batubara (Damanik- Batubara) Dolog Malele, Bangun, Naga Huta, dan seterusnya.
5. Anak keturunan Parbapaan di Pulau Raja Damanik – Simargolong).
Damanik Bah Bolag :
1. Anak keturunan Raja Jumorlang diberi nama Ariurung Oppu Barita
jabatan Bah Bolag (penguasa lautan) menjadi marga Damanik (Bah Bolag)
berada di sekitar Pamatang Siantar.
Damanik Nagur :
1. Anak keturunan Damanik Nagur, Damanik Usang, Damanik Sola, Damanik
Rappogos, Damanik Melayu, Damanik Bayu, Damanik Sarasa, Damanik Rih
d.l.l.
Jenis Marga Damanik Nagur tersebut di atas pada umumnya berada di Pamatang Raya/Raya Kahean dan sekitarnya.
Demikianlah sebagai dasar pertalian hubungan Marga Damanik dari sejak
semula sampai sekarang tetap hidup dalam peradapan Kebudayaan
Simalungun pada umumnya, sebagai legenda marga Damanik pada khususnya.
Mengenai kedudukan dalam tingkatan kelahiran masih dapat jelas ialah
kerangka keluarga Damanik Bariba, sedangkan bagi Damanik Nagur dan
Damanik Bah Bolag masih memerlukan waktu untuk mengumpulkan bahan
sebagai fakta peradapan yang sangat berguna bagi generasi penerus.
Kaitan legenda dalam Sejarah
Puanglima Parmata Tunggal adalah anak tunggal dari Raja Nagur yang
terakhir menjadi Puanglima Kerajaan Nagur membantu Ayahandanya pada
tahun 1295 M memimpin armada angkatan Laut terkenal dengan Kapal Perahu
yang disebut “Lassaran” berhadapan dengan pasukan Panglima Kerajaan
Singosari di Perairan Batubara Asahan. Armada Sang Puanglima Parmata
Tunggal mengalami gempuran dari perahu-perahu besar (Jung) milik
Kerajaan Singosari atas Pimpinan Panglima Indrawarman dari Kerajaan
Jambi, hingga hancur. Puanglima dan pasukannya mengundurkan diri dari
daerah pertempuran Sang Puanglima Parmata Tunggal bertahan di Kuba
(Perdagangan).
Sang Puanglima hilang raib di Bukit Kuba akhirnya menghilang dari
pandangan musuh – Sang Puanglima berhasil menyelamatkan diri melintasi
hutan Asahan tembus ke Negeri Uluan Sionggung.
Beliau menyamar dengan nama Raja Manualang dikenal sebagai manusia
sakti. Dari Uluan meneruskan pengembaraannya tiba di Negeri Sipolha.
Akhirnya berhasil menjadi pimpinan Negeri dengan nama Kerajaan Sipolha,
dikenal dengan nama Datu Parmata Mamunjung. Kemudian pergi mengembara
dan berhasil menduduki Kerajaan Siattar dalam legenda “Partodas ni Raja
Jumorlang” dengan nama Raja Namartuah gelar Puanglima Parmata Tunggal,
alias Raja Manualang, alias Datu Parmata Mamunjung, alias Datu Parmata
Manunggal, alias Datu Partiga-tiga Sihapunjung.
Asal-usul
Beberapa versi sumber sejarah menyatakan bahwa leluhur marga Damanik
dan marga-marga lain dalam Suku Simalungun berasal dari Nagore (India Selatan) dan Pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5 , menyusuri Birma, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dari raja dinasti Damanik.[1]
Pada kerajaan Nagur di atas, terdapat beberapa panglima (Raja Goraha) yaitu masing-masing bermarga:
Saragih
Sinaga
Purba
Kemudian mereka dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan selanjutnya mendirikan kerajaan-kerajaan:
Silou (Purba Tambak)
Tanoh Djawa (Sinaga)
Raya (Saragih)
Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke Aceh, Langkat, Bangun Purba, hingga ke Bandar Khalipah sampai Batubara.
Pada abad ke-12, keturunan Raja Nagur mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola I dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:[2]
- Marah Silau ( Damanik Bariba, Raja Parpandanan Na Bolag , Raja Sormaliat , Si Anas Bondailing, Pakpak Mularaja, Raja Manik Hasian ), keturunannya :
1. 1. Anak keturunan Raja Uluan, Pamatang Sipolha di negeri Sijambur – Ajibata dan sebagainya.
1. 2. Anak keturunan Raja Namaringis Raja Siattar di Pematang Siantar, Marihat,
2. Anak keturunan Partuanon Pamatang Bandar
3. Anak keturunan Partuanon Pamatang Sidamanik
4. Anak keturunan Parbapaan di Batubara (Damanik- Batubara) Dolog Malele, Bangun, Naga Huta, dan seterusnya.
5. Anak keturunan Parbapaan di Pulau Raja Damanik – Simargolang).
- Soro Tilu (Damanik Nagur Bah Bolag ):
1. Raja Jumorlang (Kerajaan Jumorlang) anak dari Sorotilu ( Kerajaan
Manakasian ).Keturunannya bernama Ariurung Oppu Barita yang menjadi anak
tiri dari Raja Namartuah Damanik Bariba, diberi jabatan Bah Bolag
(penguasa lautan ) berada di sekitar Pamatang Siantar.
2. Marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu,
Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola.
- Timo Raya ( Damanik Nagur ) keturunannya :
1. Damanik Usang, Damanik Sola, Damanik Rappogos, Damanik Melayu,
Damanik Bayu, Damanik Sarasa, Damanik Rih d.l.l. Jenis Marga Damanik
Nagur tersebut di atas pada umumnya berada di Pamatang Raya/Raya Kahean
dan sekitarnya.
2.Raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok.
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning
Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir
dan mengaku Damanik di Simalungun.
“PERJALANAN SIMALUNGUN/DAMANIK DALAM TINJAUAN HABONARON”
Oleh M. Muhar Omtatok
1. A. DAMANIK
Jika dirunut dari Dinasti Nagur, Damanik merupakan turunan dari Raja
Nagur, yaitu Marah Silau – yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja
Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja
Bandar, Soro Tilu – yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung
Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang,
Rih, Simaringga, Sarasan, Sola, serta Timo Raya – yang menurunkan raja
Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning
Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang mengaku sub-clan Damanik di
Simalungun.
Damanik merupakan morga (marga) asli dan tertua di Simalungun. Jika
Damanik diberi arti Simada Manik (pemilik manik), maka Damanik berarti
Pemilik Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma,
agung/terhormat, paling cerdas).
Sejak Simalungun masih diriwayatkan sebagai Nagur , Damanik telah
menjadi leader bagi tamadun marga lainnya. Sebagai marga bangsawan awal,
Damanik mengatur tatanan kesimalungunan.
Jika direnungkan bahwa tiap-tiap raja goraha (federasi dan/atau
pemimpin angkatan perang) non Damanik adalah menantu Damanik sebagai
Raja kala itu. Bukan sebuah ungkapan berlebihan jika Damanik
mempengaruhi dan mewarnai etnografi, linguistik, sosiokultur maupun
genetika marga lain.
Jika sebagian saudara kita, mengaitkan Damanik dengan Manik. Tentu
Damanik boleh berbangga atas tawaran persaudaraan tersebut. Namun jika
dilihat dari perjalanan panjang morga Damanik dalam tinjauan habonaron,
maka sebuah kebenaran tidaklah boleh ditiadakan.
Justru kata ‘Damanik’ dan ‘Manik’ yang hanya dibedakan suku kata ‘Da’ menjadi menarik untuk dikaji.
Jika didengar bunyi-bunyi lingual condong berubah karena
lingkungannya. Dengan demikian, perubahan bunyi tersebut bisa berdampak
pada dua kemungkinan. Apabila perubahan itu tidak sampai membedakan
makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut masih
merupakan alofon atau varian bunyi dari fonem yang sama. Dengan kata
lain. perubahan itu masih dalam lingkup perubahan fonetis. Tetapi,
apabila perubahan bunyi itu sudah sampai berdampak pada pembedaan makna
atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut merupakan
alofon dari fonem yang berbeda. Dengan kata lain, perubahan itu disebut
sebagai perubahan fonemis.
Penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau
ekonomisasi pengucapan disebut Zeroisasi dalam ilmu bahasa. Peristiwa
ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk
bahasa-bahasa di Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu, kita
menemukan banyak kata yang berubah dari aslinya. Misalnya, kata Sahaya
menjadi Saya, Dahulu menjadi Dulu, Tetapi menjadi Tapi, dan lainnya.
Jika di Simalungun, kata Danau disebut Laut, sebutan yang
diperuntukkan untuk sumber kumparan air yang besar, yang juga
diperuntukkan untuk menyebut kata laut seperti dalam Bahasa Indonesia.
Kata ‘Laut’ tersebut mengalami perubahan ketika disebutkan dalam bahasa
Karo, menjadi ‘Lau’, dan terus bergeser pada bahasa Batak Toba menjadi ‘
Tao”. Sehingga keasliannya bisa kita urutkan menjadi: Laut (Simalungun)
– Lau (Karo) – Tao (Batak Toba).
Jika diklasifikasikan zeroisasi, paling tidak ada tiga jenis, yaitu
aferesis, apokop, dan sinkop. Kata Damanik dan Manik masuk dalam
Aferesis, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, peperment menjadi
permen, upawasa menjadi puasa. Pada kata-kata itu tampak jelas yang mana
kata terdahulu dan kata berikutnya. Kata Tetapi, Pepermint dan Upawasa
adalah lebih tua ketimbang kata Tapi, Permen maupun Puasa.
Begitu halnya dengan Damanik dan Manik,yang tampak terjawab kini. Yaitu Damanik adalah lebih tua atau terdahulu ketimbang Manik.
Disini dikatakan bahwa Damanik bukanlah afiliasi atau sub-clan dari
marga lain, baik yang ada di Simalungun maupun di luar Simalungun.
DAMANIK DAN RANJI SERAT TUBUH
Ranji Serat Tubuh merupakan keilmuan kuno pada masa animisme dan
dinamisme. Ilmu ini memuasalkan huruf dengan titik-titik maya di tubuh
manusia. Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya
diyakini penghayatnya sebagai sabda pangandikanipun dari Tuhan di Tanah
Jawa.
Ketika agama-agama berikutnya masuk ke Nusantara, Keilmuan kuno ini
mengalami adaptasi. Huruf Hijaiyah dalam Bahasa Arab yang masuk ke
Nusantara bersama masuknya Islam. Dianggap juga memiliki kharisma
mistis, sehingga Ilmu Ranji Tubuh-pun menggunakan huruf-huruf import
tersebut.
Keilmuan warisan leluhur ini sering pula dikaitkan dengan
elemen-elemen tertentu, misalnya Bumi, Air, Api, Udara, dan Ether.
Filsuf Yunani, Empedocles (492-432 SM) menyebutnya sebagai 4 ‘akar‘ atau
4 ‘dasar‘. Hippocrates (460~377 SM), Bapak Kedokteran, juga menggunakan
konsep keempat elemen ini untuk pengobatan, yaitu teori bahwa penyakit
timbul akibat ketidakseimbangan 4 cairan dalam tubuh (Humorism). Di
India, kelima elemen ini sudah dikenal sejak dari munculnya kebudayaan
atau filsafat Hindu dan Buddha. Begitu juga di China dan Jepang.
Di India, Ilmu Ranji Tubuh hingga kini sangat popular. Diyakini bahwa
pada tubuh memiliki titik-titik maya yang mereka sebut dengan Chakra.
Maka Aura sebagai manifestasi warna tubuh, dikatakan muncul dari chakra
tersebut.
Di Simalungun, Ranji Serat Tubuh sudah teramat lama ada, sebelum
Islam, Kristen dan lainnya masuk ke Tanoh Namadear ini. Keilmuan sejenis
di Simalungun disebut Adjion Rahoet Mahoerei. Keilmuan ini Dipergunakan
sebagai ‘Bohal Manggoluh’ bagi Pandihar (Pesilat) serta penghayat
keilmuan Hadatuan (Pengobatan Tradisi). Di Simalungun klasik, keilmuan
ini menggunakan huruf-huruf dari Surat sappuluh Siah yang
dikolaborasikan dengan titik-titik tubuh serta langkah tubuh.
Bagi pemuda-pemuda yang belajar Mandihar (bersilat) dan Hadatuan di
Simalungun kala itu, dianjurkan untuk menghormati pimpinan-pimpinan gaib
dari abjad di atas, dengan ritual khusus yang menyediakan sesaji berupa
Ayam Merah yang disusun di atas daun dan diletakkan di tikar yang masih
baru, sira pege yaitu cocolan garam, lada dan jahe 7 iris, bunga
kembang sepatu 7 tangkai. Semua bahan ini dilingkari dengan benang
putih.Dalam sebuah pustaha laklak diterangkan, bahan di atas dilengkapi
dengan nira, air, rudang, minyak saloh, beras sangrai yang dibuat
tepung, 19 lembar sirih, kue nitak (tepung beras dicampur gula aren)
serta huruf-huruf dari Aksara Simalungun yang telah disediakan.
Seluruh murid mengelilingi tikar tempat sesaji dan huruf yang
diletakkan, lalu sang Datu membacai mantra. Berikut contoh mantra yang
saya yakini sudah mendapat pengaruh unsur luar, yaitu: “Borkat ma hamu
RAJA I DABIYA, Borkat ma hamu TUAN DIBORAKU, Borkat ma hamu ASAL NABU,
Borkat ma hamu SITUNAGORI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALLI, Borkat ma
hamu si ALAM SADIYA, Borkat ma hamu si ALAM SADIA SAH, Borkat ma hamu si
ALAM JAHARI, Borkat ma hamu TUWAN MARJANDIHI, Borkat ma hamu RAJA
SIPORAT NANGGAR, Borkat ma hamu RAJA ENDAH DUNIYA, Borkat ma hamu RAJA
DI PUSUK SUNGEI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALI MUHAMMAD, Borkat ma hamu
TUWAN SI NAHAR NANGKIR, Borkat ma hamu OMPUNG ANGLAH TAALA, Borkat ma
hamu PUWANG AJI BORAIL, harannya ham Puwang ni Surat Sapuluh Siyah, na
mannaikhon hosah, iya Tuwanku Jungjunganku” .
Lalu murid disuruh memilih huruf yang disukainya secara intuitif.
huruf inilah yang bisa dijadikannya sebagai pegangan berupa jimat dan
sebagainya untuk menyatukan diri dengan alam gaib. huruf yang dipilih
bisa di jadikan mantra handalan. Dalam Pustaha Laklak, ada beberapa
mantra yang digunakan dengan membaca huruf yang dipilih tadi, membacanya
dengan mandoding yaitu bersenandung; misalnya untuk Pagar Pertahanan.
Kembali ke Adjion Rahoet Mahoerei atau Ilmu Ranji Serat Tubuh ala
Simalungun. Dalam keilmuan yang dalam tulisan ini sekadar sebagai bahan
kajian saja, ada disebutkan 4 huruf inti sebagai pusat Tonduy, Sumangat
yang mampu melahirkan kekuatan tenagadalam. Empat huruf itu adalah ‘Da –
Ma – Na – K’.
‘Da – Ma – Na – K’ disebutkan mempunyai tempat khusus di tubuh. (Da)
berfungsi sebagai ‘Daoh-daoh’, yaitu memukul dari posisi tidak langsung
namun bisa melumpuhkan lawan. Da ini terletak pada titik di kening di
antara dua alis dan beberapa tempat lain dengan jurus dihar tertentu
pula.
(Ma) berfungsi sebagai ‘Magang’, yaitu membuat tubuh berkharisma dan
disegani lawan maupun kawan. Ma ini terletak pada titik di atas mata
sebelah atas alis dan tempat lain pada tubuh.
(Na) berfungsi sebagai ‘Nae’, yaitu kaki yang mampu melangkah gesit
dan melangkah ke sasaran yang tepat. Na terletak pada titik di bawah
kemaluan serta di beberapa titik lain pada tubuh.
Sedangkan (K) tidak berhuruf karena ia adalah ‘Kurusani’, yaitu
elemen induk besi yang diyakini sudah diberikan ‘Naibata’ sejak lahir di
dalam tubuh. Jika dilatih dan dihidupkan, Kurusani atau indung ni bosi
ini mampu membuat kebal, kekuatan dan ketahanan tubuh.
Dari uraian ini, saya menarik hipotesa bahwa selain berasal dari
Simada Manik yaitu yang memiliki kharisma spiritual; Damanik adalah
sebutan yang berasal dari urutan huruf ‘Da – Ma – Na – K’ tersebut,
hingga selanjutnya disebut ‘Da – Ma – Ni – K’.
Kelebihan yang terkandung dari serat ranji tubuh ‘Da – Ma – Na – K’,
yang mampu melumpuhkan lawan, memiliki tubuh berkharisma dan disegani
lawan maupun kawan, mampu melangkah gesit dan melangkah ke sasaran yang
tepat serta terlahir kebal, kuat dan memiliki ketahanan tubuh, adalah
ejawantah dari Marga Damanik, sejak masa awal, Nagur, Siantar dan
kiranya sampai kini.
Inilah bukti “PERJALANAN SIMALUNGUN/DAMANIK DALAM TINJAUAN
HABONARON”, sebagai etnis/marga tua yang berbudaya dan memiliki
peradaban yang tinggi.
Sistem Politik
Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke
dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25)
2. Panei (Januari 1904, SK No.6)
3. Dolok Silou
4. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
1. Raya (Januari 1904, SK No.6)
2. Purba
3. Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah
Belanda datang maka ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan
yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling
Simalungun.
Dengan Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi
dengan Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang
Nahualu dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh
pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akil
baligh Tuan Kodim dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan terdiri dari Tuan
Marihat, Tuan Sidamanik dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya
Bah Bolak oleh Belanda dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah
kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai
Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254
untuk membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) takluknya Siantar
kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda
dapatlah direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya dari tahta Siantar
Tuan Sang Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah
Bollak ke Bengkalis 1906, adalah terutama karena background : Ia bersama
hampir seluruh Orang-orang Besar Kerajaan Siantar adalah anti
penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun
khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah
Belanda.
Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah
Hata (Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan
tunduk kepada Belanda.
Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu
dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu,
tertulis, “
Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van
Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van
Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari
Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih
ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.
Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik
itu, Kerajaan Siantar akhirnya di bawah pengawasan Belanda. Belanda
kemudian menobatkan putra Sang Naualuh bukan dari permaisuri, yang masih
teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim
yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending
Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya
menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.(
Suntingan dari Muhar Omtatok , Erond Damanik dan Juandaha Raya Purba
Dasuha).
Selain 3 partuanan yang tersebut atas masih terdapat beberapa partuaan yang lain antara lain:
- Parbalogan (tuan parbalogan op.Dja Saip Saragih Napitu) yang wilayahnya dari parmahanan hingga ke tigaras
- Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha , Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha , Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , Toean Intan Pulo Bosar Sipolha , Tuan Kalabosar ( Dolok Maraja Sipolha ), Tuan Paraloangin ( Jambur Na Bolag Sipolha ), Tuan Parangsangbosi ( Paribuan Sipolha ) semua Keturunan Raja Naposo Damanik.
- Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup , salah satu keturunannya adalah Tuan Jahutar Damanik dan Tuan Humala Sahkuda Damanik ( Hutabolon Sipolha ) orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus Damanik, Tuan Djabanten Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun, Tuan Djahormat Damanik, Mora br.Damanik, Mayun br. Damanik.
- Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin , keturunannya sebagai berikut pada no 5 , 6 , 7 :
- Tuan Paraloangin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag Sipolha ) dengan laweinya Radja Israel Sinaga Prapat dari Parapat salah satu keturunannya adalah Tuan Labuhan Asmin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag berikutnya ) keturunannya adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol Damanik ( USU ) , Prof DR David Tumpal Damanik ( USA ) , Cand.DR.Ec Daulat Damanik MA. ( Jerman ).
- Tuan Parangsangbosi Damanik ( Tuan Paribuan Sipolha ) salah satu keturunannya adalah Brigjen Pol (Purn) Muller Damanik , SH ( Mantan Rektor USI P.Siantar).
- Tuan Kalabosar Damanik ( Tuan Dolok Maraja Sipolha ) salah satu keturunannya adalah Ir. Syamsirun Damanik ( mantan salah satu Direktur Kem. Pertanian RI ) , Drs Pangsa Damanik.
- Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , salah satu keturunannya Mayjen TNI (Purn) Pieter Damanik ( Mantan Dubes RI di Philipina ) , Ir Djagunung Damanik , Revol Damanik.
- Sipintu angin (tuan op.S.Saragih Turnip) merupakan orang tua dari Saragih Ras. Yang hingga kini tugunya (tugu hoda bottar)masih terlihat di Perbatasan Panatapan Ds.Tigaras
DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907, BELANDA MEMBAGI KERAJAAN SIANTAR MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM, DAMANIK KE XV, PERBAPAAN DARI BANDAR diangkat BELANDA MENJADI RAJA SIANTAR yang berakhir sampai tahun Revolusi Simalungun 1946.
3. SURAT IKRAR
Bahwa ini ikrar kami :
Si Tori Alam , Tuan Marihat dan Si Ria Hata Tuan Sidamanik.
Yaitu : bersama masuk komisi pemerintahan jajahan negeri Siantar mengaku tiga perkara yang tersebut di bawah ini , yaitu :
Pasal yang pertama.
Bermula ikrar kami bahwa sesungguhnya negeri Siantar jadi suatu
bahagian daripada Hindia Nederland , maka takluklah negeri Siantar itu
kepada kerajaan Belanda , maka wajiblah atas kami selama-lamanya
bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan kepada wakil baginda
yaitu Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland
, maka oleh Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur dikurniakan kepada
kami jabatan pemerintahan di dalam Negeri Siantar.
Pasal yang kedua.
Maka mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa kami tiada akan
membicarakan suatu apa dari pada ikwal kami dengan Raja - raja yang
asing , melainkan musuh Baginda Sri Maharaja itu musuh kami , begitu
juga sahabat Sri Maharaja Belanda itu Sahabat kami adanya.
Pasal yang ketiga.
Bahwa mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa sesungguhnya segala
peraturan hal ikwal Siantar , baik yang telah diaturkan , baik yang akan
diikrarkan oleh atau dengan nama Baginda Sri Paduka yang dipertuan
besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland atau wakilnya semua pengaturan
itu kami hendak menjalankan akan segala perintah yang diperintahkan
kepada kami , baik oleh Sri paduka yang dipertuan besar Gubernur
Jenderal baik oleh wakilnya , semua perintah itu kami hendak menurutkan
juga adanya. Demikianlah Ikrar yang telah kami mengaku dengan bersumpah
di Pematang Siantar pada enam belas Oktober 1907, dan tersurat tiga
helai yang sama bunyinya.
Si Tori Alam
Si Ria Hata
( Anggota dari komisi Kerajaan Siantar )
Disaksikan oleh Si Jure Lucan O'Brien , Controleur Simalungun. Ikrar ini disyahkan dan dikuatkan pada tanggal 22 Januari , 1908.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda
d.t.o
( V.Heutz )
4. Proces - Verbal / Berita Acara.
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien . Controleur Simalungun.
Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien , Controleur van Simeloengoen.
1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar
2. Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau
3. Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe
4. Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
5. Si Mia , Toean Van Si Malangoe
6. Si Kama , Roumah Suah
7. Si Bisara , Nagodang
8. Si Djommaihat , Toean Kahaha
9. Si Djarainta , Toean Boentoe
10. Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar
11. Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda
12. Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar
13. Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar
14. Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga
15. Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar
16. Si Naman , Toean Van Lingga
17. Si Djaha , Toean Van Bangoen
18. Si Djibang , Toean Van Dolok Malela
19. Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe
20. Si Lampot , Toean Van Djorlang Hoeloean
21. Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
22. Si Djadi , Toean Van Sakuda
23. Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas
24. Si Djaoelak , Toean Van Tamboen
25. Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha
26. Si Ria Kadi , Toean Van Manik Si Polha
27. Si Ganjang , Toean Van Repa
28. Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe
29. Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang
30. Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing
31. Si Mahata , Toean anggi Van Sidapmanik
32. Si Bandar , Toean Manik Hataran
33. Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea
34. Si Rian , Toean Van Manik Maradja
35. Si Marihat , Toean Van Perbalogan
36. Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe
37. Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer
Dimana mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan , dihadapan
saya telah menerangkan dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini
hari oleh komisi kerajaan Siantar dengan kehadirannya atas sumpah dan
dikuatkan dalam ikrar ini. Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan
berita acara dengan tiga rangkap.
Pematang Siantar , 16 Oktober 1907.-
Controleur Simalungun.
d.t.o
( Jure Lucan O'Brien )
( dalam Tulisan , Jahutar Damanik , NPV : 2.029.293, Raja Sang
Naualuh , Sejarah Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia , Medan medio
1981 cetak ulang tahun 1987 )
Partuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di daerah dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar